Kamis, 12 Agustus 2010

Beringin Kembar Alun-Alun Selatan Yogyakarta

Pulang ke kotamu…

Ada setangkup haru dalam rindu…

Masih seperti dulu…

Tiap sudut menyapaku, bersahabat…

…………………………………

Itu adalah sepenggal lirik lagu KLA Project yang berjudul “Yogyakarta”. Itulah Yogya yang selalu membuat siapapun rindu untuk kembali kesana termasuk juga aku. Banyak sekali tempat indah yang bisa dikunjungi.

Kedatanganku kali ini lain dari pada kedatangan-kedatanganku yang sebelumnya, yang biasanya aku kesana sendiri kali ini ak bersama dua orang adikku, dek Adi dan dek Dayat. Oleh sepupuku tercinta, Lina, kami sudah dibuatkan jadwal tempat mana saja yang akan kami kunjungi selama tiga hari kami disana. Dan jadwal yang dibuat benar-benar padat. Banyak sekali tempat yang rencananya akan kami kunjungi.

Sudah lama aku mendengar cerita tentang beringin kembar (juga biasa disebut ringin kurung) yang berdiri kokoh di tengah-tengah alun-alun selatan Yogyakarta. Sudah beberapa kali lewat alun alun kidul, atau yang biasa disebut “alkid” itu, tapi tidak pernah melakukan “masangin” (masuk di antara dua beringin). Kali ini liburan hari pertama memang sengaja dijadwalkan kesana. Dengan semangat kami berlima (aku, Lina, Adi, Dayat, dan Nico/adiknya Lina) berangkat dari Bantul (rumah bulekku) menuju ke alun-alun selatan.

Sesampainya disana masih sepi. Karena memang niat awalnya ingin menaklukkan beringin kembar itu, kami sudah menyiapkan penutup mata, itung-itung tidak perlu mengeluarkan uang Rp. 3000 untuk menyewa penutup mata. Mitos yang berkembang di masyarakat siapa yang bisa melewati tengah pohon beringin itu maka keinginannya akan terwujud. Tapi melakukan itu tidak segampang yang kita bayangkan, walaupun jarak dua beringin itu sekitar 12 meter, tapi kita harus berjalan sejauh 20 meter dengan mata ditutup.

Kami berlima mencobanya secara bergantian, karena harus ada yang mengikuti yang ditutup matanya biar tidak saling bertabrakan dengan yang lain. Yang paling bersemangat adalah aku, karena sudah lama aku ingin melakukan ini. Dan dengan kesabaran extra Lina mendampingi aku, makasih ya nok. Dia juga tidak capainya mengucapkan “permisi...permisi…permisi lewat mas, mbak, pak, bu” kalau aku hampir menabrak orang.

Pertama kali mencoba gagal, aku tidak bisa melewati tengah beringin tersebut, bahkan aku berjalan kekanan bukan kedepan seperti yang seharusnya. Penasaran itu pasti, aku mencobanya lagi, tapi gagal lagi. Aku hanya berputar-putar saja tanpa sedikitpun mendekati beringin itu, sesekali arahnya benar tapi tetap tidak bisa lewat ditengah beringin. Dalam pikiranku ga mungkin aku ga bisa berjalan lurus. Aku terus mencoba dan terus gagal sampai 12 kali. Aku berfikir apakah hatiku tidak bersih karena mitosnya yang bisa melewati beringin itu hanya orang-orang yang memiliki hati yang bersih.

Rasanya kaki ini lelah banget, tapi aku harus bisa melewati beringin itu, dengan semangat yang membara (terlalu berlebihan ya…he…he…), aku yakinkan pada diriku aku pasti bisa. Aku tutup mataku lagi dengan slayer yang kami bawa, aku mulai berjalan dan diikuti Lina. Pelan…pelan…tapi pasti aku melangkah. Kadang-kadang berhenti sejenak, untuk meyakinkan bahwa aku berjalan dijalan yang benar. Kata Lina patokannya cuma satu, selama kita tidak menginjak rumput berarti kita berjalan lurus. Benar juga, aku perhatikan jalan lurus yang menuju ke tengah-tengah beringin kembar itu tidak ada rumput yang tumbuh. Ini pasti karena didaerah itu sering diinjak-injak makanya tidak tumbuh rumput disitu, begitu pikirku.

Aku melanjutkan langkahku, sesekali berhenti untuk menghela nafas, dan melanjutkannya lagi. Didepanku seperti ada dinding putih dan aku berhenti, terdengar suara Lina, “sudah dibuka”. Aku hanya menjawab, “gagal lagi ya?” tanpa membuka penutup mataku. Rasanya aku sudah patah semangat, ya sudahlah aku tidak akan mencoba lagi, sudah cape’. Kudengar suaranya Lina, “dibuka dulu”. Setelah kubuka penutup mataku, aku hanya bisa diam memandangi sekelilingku, aku tidak tahu posisiku saat itu ada disebelah mana dari beringin. Aku menoleh ke arah Lina, dia tersenyum dan bilang “berhasil”. Alhamdulillah… Ternyata angka 13 bukan angka sial seperti yang dikatakan orang-orang, setidaknya aku membuktikannya malam itu.

Banyak hikmah yang bisa aku ambil dari itu semua. Apapun yang kita lakukan dengan niat, keyakinan dan semangat yang tinggi pasti akan berhasil, walaupun untuk bisa mencapai itu semua banyak yang harus kita korbankan. Aku merasa bersyukur karena diberi indra yang lengkap, ternyata tidak mudah berjalan dengan mata ditutup. Melakukan sesuatu tidak perlu terburu-buru, karena mungkin hasilnya akan tidak baik.

Setelah berhasil melewati beringin kembar itu kami melanjutkan perjalanan kami. Yogyakarta memang benar kota yang indah, yang selalu membuat aku kangen untuk datang dan datang lagi. Kangen dengan suasana Yogya dan tempat-tempat yang selalu aku kunjungi. Malioboro dengan pernak-pernik buatan tangan, Shopping Center dengan buku-bukunya, Bringharjo dengan batiknya, Mirota dengan coklat “Monggo”-nya. Tapi aku selalu ingin mengulangi berjalan melewati beringin di Alun-alun Selatan itu.

Beberapa bulan kemudian, aku datang ke Yogya lagi kali ini sendirian. Aku dan Lina ke Alun-alun Selatan lagi. Aku yakin kali ini aku akan berhasil melewati beringin itu. Dan benar sekali aku mencoba dan berhasil. Awalnya keberhasilanku ini diragukan Lina, makanya aku ulang lagi dan berhasil. Apakah ini karena hatiku sudah bersih ataukah karena sudah terlatih dengan 13 kali berjalan melewati ringin itu pada kedatanganku yamg sebelumnya…he…he..

Sudah 7 bulan aku belum datang ke Yogya lagi, pengen sekali datang kesana tapi belum ada waktu yang tepat. Selain itu, sepupuku Lina sudah pindah ke Berau. I miss U nok… Kapan balik ke Yogya? Aku pengen jalan-jalan berdua seperti dulu lagi… Pengen ke alun-alun selatan lagi….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar